Sabtu, 08 Desember 2007

wow......!!!

Suara gemuruh, memecah suasana pagi,ramai seperti pasar, terdengar di depan pintu masuk auditorium kampus untirta serang. Bagamana tidak, hari itu 8 desember, auditorium itu akan di hadiri oleh salah satu sastrawan Indonesia,sastrawan yang masih eksis di usianya yang sudah beranjak senja. Dialah PUTU WIJAYA, sastrawan yang telah menorehkan perjuangan bagi perkembangan sastra di Indonesia ini. Antrian penuh sesak pun rela mereka lakukan hanya semata-mata ingin menghadiri sastrawan itu, begitu juga dengan penukis (aku), aku pun rela berdesak-desakan dengan mahluk hidup lain hanya semata-mata untuk menyaksikan kesempatan yang mungkin tak datang 2 kali.

Kesukaan tentang sastra,ku mulai di saat akhir2 aku di bangku SMP. Saat itu ada satu orang yang begitu mendorong ku untuk mencipta sebuah sastra, namun saat itu yang palinh sering ku cipta adalah syair2 dan puisi. Semua ciptaan ku saat itu hanyalah ungkapan yang ingin ku ungkap dalam sebuah tulisan dan semua itu tertuju untuk orang yang saat itu begitu hidup dalam kehidupanku. Berlanjut sampai ku duduk di bangku SMA, hobi menulis pun terus aku lakukan. Sampai saat ini, sampai tulisan ni terbaca oleh banyak orang.

Jam 9 an putu wijaya pun berdiri di depan para hadirin, dengan hiasan yang begitu unik, auditorium itu pun terdekor dengan cantik dan menawan. Dengan topi putih di kepala. Putu wijaya mulai menyapa para hadirin, yah termasuk aku. Betapa senangnya aku saat itu,melihat secara langsung sastrawan yang mengabdi di Indonesia ini, dengan suaranya yang khas, begitu mengesankan bagiku.

Putu wijaya mulai bercerita,berbagi pengalaman tentang sastra kepada hadirin itu.mengutip dari perkataan beliau,beliau pernah bertemu dengan sastrawan prancis,sastrawan prancis itu berkta pada beliau(putu wijaya)”perbedaan sastra di indonesiadan sastra prancis yaitu, Indonesia lebih memposisikan sastra sebagai suatu hiburan,sedagkan di prancis sastra di posisikan sebaga ilmu”. Perkataan ini membuat putu wijaya sedih, memang benar, yang seharusnya terjadi adalah sastra harus kita posisikan sebagai ilmu, bukan semata-mata sebagai hiburan,sastra memang berpotensi menghibur,tapi sastra bukan sebuah hiburan.saat ini, ada berapa anak bangsa yang mengenal dan memahami sastra “indonesia”???mungkin masi bias di hitung dengan jari,munkin kita pun tak begitu mengenal dengan arti dari sebuah makna “”sastra”.

Sastra mampu membuat kita berimajinasi, sastra mampu membuat kita menafsirkan berbagai macm hal, sastra pun mampu membuat kita membuka pikiran2 kita. Dengan banyaknya ambiguitas dalam bahasa sastra, maka sastra akan menimbulkan berbagai macam penafsiran2 makna.,putu wijaya pun melanjutkan ceritanya “pernah suatu ketika saya mengirim hasil sastra saya melalui telegram ke professor di prancis”sastrawan”,untuk di tafsirkan maknanya, ” sastrawan itu pun mengalami kesulitan untuk memaknai bahasa sastra itu,sampai2 sastrawan itu rela terbang ke Indonesia untuk menemui putu wijaya hanya untuk menanyakan 2 kalimat saja,yang tidak di mengerti oleh professor itu. Sebenarnya kalimat itu sederhana, yang palling penting untuk memahami bahasa sastra adalah di lihat dari bagamana dan siapa yang mengucapkan” ,ujar putu wijaya,kurang lebih seperti itu.

Setelah berbagi pengalaman,putuwijaya pun membawakan sebuah cerpen, cerpen yang berjudul “kemerdekaan”(apa benar kita sudah merdeka).namanya juga sastrawan, beliaupun mampu memukaw hadirin yang menyaksikan penampilannya itu, termasuk juga aku. Mimic mukanya,gerakan kaki, mata, tangan, dan suara yang berganti-ganti seolah ada beberapa pemain di sana,dan pembawan cerpen yang khas dari putu wijaya itu yang sangat menawan, wow seolah mataku tak ingin berkedip,alam bawah sadarku sangat focus untuk melihat penampilan beliau. Dan tepuk tangan meriah mengakhiri cerpen yang di bawakan beliau itu.acara pun di lanjutkan dengan Tanya jawab,hadirin pun sangat antusias utuk brtanya langsung. Mengutip dari perkataan beliau saat menjawab pertanyaan2 dari hadirin, beliau mengatakan”kesenian tidak terbatas oleh umur, seni tidak bias di hokum dan di pasung, apa yang tidak boleh, dia dapat melakukannya”beliau pun melanjutakn lagi “cerpen itu memformulasikan bahasa, isi yang ingin di sampaikan oleh si penulis.isi cerpen yang bagus yaitu isi yang dapat membuat sesuatu menjadi baru,otentik dan orisinil.”. sastrawa yang menjadi salah satu juri FFI ini melanjutkan lagi perkataanya, saat menjawab pertanyaan dari seorang guru bahasa dari pandeglang,putu wijaya berkata”membaca memang masalah di negeri kita ini, saat ini mereka hanya ingin yang instan2 saja,dan ada sesuatu ynag terjadi yang membuat percepatan itu menjadi sebuah kebodohan karena tak adanya antisipasi”. Memang benar, bangsa kita ini masih sangat kurang dalam hal membaca , ada apa di balik semua ini???mengapa bias terjadi semua ini???.acara pun di lanjutkan lagi,untuk acara penutupan,putu wijaya pun membawakan cerpen lagi yang berjudul “SYETAN’(BAGAIMAN CARANYA BELAJAR MORAL RELA BERKORBAN). Wow…..seperti biasa penampilan beliau begitu memukau, dan seolah mata-mata yang menyaksikan penampilan beliau keluar dari kelopak mata,karena begitu memukawnya penampilannya.acara pun selesai, jam di kantong sudah menunjukan pukul 12 an lebih, acarapun di akhiri dengan tepukan yang meriah bagi sastrawan ini.

Sebelum pulang, seperi biasa hadirin berkesempatan berfose bareng dengan beliau dan mendapat tnada tangan beliau, begitu juga denagn aku, akupun mendapat tanda tangan beliau,tanda tangan itu akan selamanya berada di kamarku, sebagai simbo sukses untuku,dan sebagai tabda kesuksesan lain yang siap menjemputku.

Salam bahagia”nuryaman”

Tidak ada komentar: